Rabu, 01 Mei 2013

Memory in Sorong


Mengangkasa luas Seolah menjadi burung. Mengepakkan sayap melesat di udara bagai seekor burung semakin lama semakin tinggi sungguh aku selalu takjub terhadap kepandaian   akal manusia. Ratusan orang bisa dibawa terbang ke mana-mana, menjelajah dunia. Seolah tanpa batas. Berada di antara gumpalan awan memberikan pengalaman yang menyenangkan. Tubuhku terasa ringan melayang-layang di udara. Pesawat yang ku tumpangi take of dari Bandara Soekarno-Hatta pukul 09.40 dengan tujuan Bandara Ngurah Rai Bali. Pukul 11.10 WIB pesawat landing di Bandara Ngurah Rai. Aku transit di Denpasar karena ada urusan. Sekali dayung dua pulau terlampawi, sembari aku memang ingin menikmati keindahan Pulau Dewata meskipun hanya sendiri. Esoknya aku melanjutkan perjalanan ke Ujung Pandang. Waktu tempuh satu jam lima puluh menit. Denga mulus pesawat mendarat di Bandarat Hasanudin. Transit sebentar kemudian perjalan dilanjutkan menuju Ambon. Setelah melayang selama satu jam dua puluh menit pesawat mendarat di Bandara Pattimura. Hanya menerlukan waktu lima puluh menit pesawat mendarat di Bandara Jefman Sorong Irian Jaya.Setelah barang-barangku lengkap aku kemudian naik kapal feri. Kurang lebih satu setengah jam kapal feri sampai di pelabuhan kecil – Mangi-Mangi. Dari pelabuhan kecil aku menuju ke kota Sorong. Mula-mula pemandangan sepanjag halan gersang. Setelah masuk ke kota, ternyata lumayan juga. Pelabuhan tampak besar dan bagus. Namun saat mendekati badan pelabuhan, jalanannya macet.
            Akhirnya aku sampai di rumah David – sepupuku. Lokasi rumahnya dan tak lama aku mendengar suara klakson mobil. Itu pasti David dan Ira. Ira memelukku begitu juga David.Tujuanku pergi ke Sorong bukan semata-mata tugas kerja untuk mencari informasi karena aku seorang wartawan selain itu aku ingin mencari perempuan yang sudah merusak rumah tangga ayah dan ibuku. Dengan profesiku sebagai wartawan aku tak sulit mencari perempuan bernama Anneke, yang berada di Doom. Sesampainya di Doom aku mendapati Anneke yang sedang sakit. Waktu berlalu seiring dengan perdebatan kecil dengan Anneke, akupun langsung pamit pulang karena sudah tak tahan dengan sikapnya, namun sebelum aku pulang aku diberi buku harian ayah yang tertinggal. Sesampainya di rumah David aku langsung membaca buku harian ayah, di sana tertulis bahwa Anneke jatuh cinta kepada ayah dan pada saat ayah sakit Anneke-lah yang merawat ayah dan pada malam itu ayah tak sadarkan diri ia merasa bahwa Anneke itu ibuku dan terjadilah peristiwa yang ayah sesali hingga sekarang. Sebagai orang yang bertanggung jawab ayanh rela menikahi Anneke meskipun tidak tercatat secara hokum. Setelah kejadian itu Anneke memiliki buah hati dari daging ayah, anak itu mirip dengan ayah itu tandanya ia pun mirip denganku hanya saja rambutnya keriting.
            Esok paginya aku langsung pergi ke Doom untuk menemui Anneke kembali. Sesampainya disana aku melihat Anneke segar bugar, secepat itukah ia sembuh ? yang jelas-jelas kemarin ia terbaring lemas. Aku tak terima dengan semua yang ayah catat di buku itu, awalnya aku menyangka bahwa itu tulisan Anneke namun aku menjadi percaya karena di buku itu terdapat tanda tangan ayah. Tanpa perlu aku mengeluarkan kata-kata, ia telah menjelaskan padaku bahwa ia benar-benar mencintai ayah, ia rela memberikan cinta yag tulus kepada ayah meski ayah tak cinta kepadanya. Hatiku geram aku ingin sekali marah padanya namun aku harus menahannya. Di buatnya aku terbawa emosi, aku tanyakan padanya dimana anaknya berada, ia bilang padaku anaknya berada di Australia. Aku tak percaya Lisa anak dari Anneke ada di Australia, ia bersekolah disana ? bagaimana bisa ?
            Malam harinya aku maka malam bersama David, sambil menikmati makan malam David berkata padaku bahwa ia mencintaiku sajak kita kecil. Jujur akupun sangat mencintainya hanya David-lah yang dapat membuatku merasa nyaman dan bahagia namun bagaimana dengan ira – istri David ? apakah aku munafik ? bertahun-tahun aku mencari Anneke untuk membela kebahagian keluargaku namun di satu sisi lain aku mencintai suami orang. Aku kembali mengangkasa. Gumpalan awan seperti peraduan Dewa-Dewi, memutih di sana-sini. Selesai semua beban di hatiku. Aku telah bertemu dengan Anneke, perempuan yang merebut ayah dari ibuku. Tak disangka penumpang yang duduk di sebalhku adalah Lisa. Ia adalah Lisa anak dari Anneke dan ia akan ke jakarta itu pertanda bahwa hati ibu kini akan menangis lagi, takkan ku biarkan ia membuat jati ibuku luka kembali ! Ternyata persoalan ayahku berlanjut hingga ke jakarta. Di Sorong itulah aku bertemu dengan Anneke, istri siri ayahku dan di Sorong itu pula aku terlibat percintaan dengan sepupuku sekaligus suami orang lain dan kini di Jakarta aku bertemu dengan Lisa anak dari Anneke dan ayahku. Dalam hatiku bertekad bahwa aku tak mau melihat ibuku menangis diam-diam cukup Anneke saja tapi tidak dengan Lisa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar